tetangga di surga
Senin, Februari 02, 2009 | Author: DUNIA REDAKSI PIJAR PAGI
Terdorong hatinya untuk mencari sahabatnya yang kelak menjadi tetangganya di surga itu. Ketika akan menjumpai orang itu, seorang lelaki menasihatinya, “Mengapa engkau mencari orang fasiq dan peminum arak itu. Padahal, dari tanda-tanda di dahimu kau orang shalih,” ujarnya....

----------

Abu Yazid al-Bustami adalah orang yang dikenal rajin bermunajat pada Allah. Hatinya senang, pikirannya seolah-olah melayang sampai ke Arsy. “Aku berharap kelak menjadi tetangga Rasulullah saw di surga,” bisik hati kecilnya. Ketika ia tersadar dari khayalannya, tiba-tiba terdengar suara menyeru
“Ada seorang hamba yang kelak akan menjadi tetanggamu di surga. la tinggal di negeri ini,” kata suara itu.

Terdorong hatinya untuk mencari sahabatnya yang kelak menjadi tetangganya di surga itu. Ketika akan menjumpai orang itu, seorang lelaki menasihatinya, “Mengapa engkau mencari orang fasiq dan peminum arak itu. Padahal, dari tanda-tanda di dahimu kau orang shalih,” ujarnya.

Mendengar nasihat itu, Yazid jadi termangu. “Jika demikian, suara yang menyuruhku itu setan. Mengapa aku harus menurutinya?" bisik hatinya.

“Di mana tempat orang itu?” tanya Yazid
“Dia sekarang sedang mabuk-mabukan di tempat ini,” ujar lelaki itu seraya menunjuk ke sebuah tempat.

Abu Yazid menemui orang yang disebutkan itu. Benar. Di tempat itu ia melihat 40 orang laki-laki sedang mabuk-mabukan. Sementara yang dicarinya tampak duduk di antara mereka. Abu Yazid cepat membalikkan kaki hendak meninggalkan mereka. la merasa kesal dan putus asa. Tetapi seorang memanggilnya.

“Hai Abu Yazid, mengapa engkau tidak masuk rumah ini. Bukankah engkau jauh-jauh datang kemari karena ingin menemuiku?Bukankah kau mencari tetanggamu di surga?" tanya lelaki itu.

Mendengar ucapan orang itu, hati Abu Yazid jadi masygul. Ia tak habis pikir bagaimana orang itu bisa mengetahui maksud kedatangannya, padahal ia belum menyampaikan isi hatinya.

Dengan sedikit ragu Abu Yazid menurutinya masuk ke rumah dan duduk di antara mereka yang sedang mabuk-mabukkan. “Hai Abu Yazid, masuk surga jangan cuma ingin enak sendiri. Itu bukan sifat utama seorang lelaki sepertimu. Dulu ada 80 orang fasiq yang suka mabuk-mabukkan seperti yang engkau lihat saat ini. Kemudian aku berusaha mendekati mereka agar bisa menjadi tetanggaku di surga,”

Kemudian Abu Yazid diperkenalkan kepada 40 orang yang sedang mabuk-mabuk itu. Dengan dakwah dan pembinaan khusus, akhirnya 40 orang itu sadar dan bertaubat. Mereka itulah tetangga Abu Yazid di surga.

[sabili]
Read More..
sebaik-baik perhiasan adalah wanita solehah
Senin, Februari 02, 2009 | Author: DUNIA REDAKSI PIJAR PAGI
Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim).

----------

Abdullah Gymnastiar

MQ Media Online - Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri.

Mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim).

Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.

Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).

Wanita shalihah itu murah senyum. Baginya, senyum adalah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain.

Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain.

Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia "polos" tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal. Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang pelajar yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi.

Banyak wanita bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya."

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius. Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa. Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah.

Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan melekat pada diri kaum wanita kita.
Read More..